“The Knight Templars yang
terkenal di dunia Barat, yang menjadi pelopor dan inti dari tentara
Salib, dibangun oleh anggota-anggota Majelis Kuasa Rahasia di Eropa yang
umumnya terdiri dari orang orang Yahudi. Tujuan mereka ialah untuk
membangun kembali kuli salom dan menghidupkan kembali kcpercayaan
berhala di Palestina. Untuk tujuan itu mereka memprovokasi Paus Urbanus
untuk “membebaskan Tanah Suci Jerusalem” dari tangan ‘kaum muslim
penyembah berhala.Beribu-ribu kaum kristiani
yang tertipu berangkat ke Jerusalem untuk menjalankan “perang suci”
itu, yang lebih dikenal dalam sejarah dengan nama Perang Salib.
Para prajurit Salib yang
didukung oleh sejumlah raja-raja Eropa berhasil merebut Jerusalem dari
tangan kaum muslimin pada tahun 1099. Tatkala Jerusalem jatuh terjadilah
pembantaian dan perkosaan, bukan saja terhadap kaum muslimin, tetapi
juga terhadap ummat Kristen Timur. Menurut catatan Encyclopaedia
Britanica selama pembantaian itu, masjid Umar digenangi oleh darah kaum
muslimin setinggi mata-kaki. Pemimpin pertama ‘Knight Templars’ bemama
Codei Froi de Bouillar, yang menjadi raja Kristen Qabalis yang pertama
di Jerusalem pada tahun 1099. Dua dasawarsa kemudian ‘ksatria templar’
Qabalis menjadi kekuatan yang paling ditakuti dan disegani di Eropa
dengan harta kekayaan yang mereka rampok dari Palestina. Selama abad
ke-l2 dan ke-13, ‘ksatria templar’ menyebarkan kepercayaan Qabala mereka
ke seluruh Eropa melalui jalan infiltrasi politik, sosial dan
kelompok-kelompok gereja.Barulah pada awal abad ke-13 bangsa-bangsa
Eropa menyadari kejahatan para ‘ksatria templar’ Yahudi tersebut, dan
akhirnya memutuskan untuk menyapu bersih mereka. Pada 1307 Kaisar
Perancis Phillipe IV dengan dukungan Paus Clementus V, menangkap dan
memenjarakan Jacques de Molay, pemimpin tertinggi ‘ksatria templar’ dan
sebagian besar anggotanya. Paus Clementus V mengeluarkan sebuah dekrit
yang menyatakan ‘ksatria templar’ sebagai kelompok Anti-Kristus. Atas
dasar dekrit tersebut Molay dan para pengikutnya dijatuhi hukuman
dibakar di kayu sula pada 1307.
Beberapa tokoh ‘ksatria haikal’ yang berhasil lolos bersumpah untuk
menghancurkan gereja, para raja, dan rahib. Beberapa orang di antara
mereka berhasil menyelamatkan diri ke Skotlandia dan disana mendirikan
‘the Scottish Rites” (Freemasons sekte Skot), dan beberapa lagi ke
kerajaan-kerajaan Jerman, dan bergabung ke dalam organisasi ‘Illuminati’
Bavaria yang dipimpin oleh Adam Weishaupt, suatu cabang Qabala di
Eropa. Setelah ‘Illuminati’ dinyatakan terlarang di Bavaria, mereka
menyusup dan berhasil menguasai organisasi rahasia kaum Protestan
‘Freemasonry’ yang dipimpin Friederich yang Agung, raja Prussia1.
Perang Salib
Betapapun banyaknya yang bersikeras bahwa Perang Salib adalah ekspedisi
militer yang dilakukan atas nama iman Kristiani, pada dasarnya
keuntungan materilah yang menjadi tujuannya. Pada periode Eropa dilanda
kemiskinan dan kesengsaraan yang berat, kemakmuran dan kekayaan bangsa
Timur, terutama bangsa Muslim di Timur Tengah, menarik perhatian bangsa
Eropa. Walaupun menggunakan wajah agama, dan dihiasi dengan
simbol-simbol Kristiani, gagasan Perang Salib sebenarnya lahir dari
hasrat akan keuntungan duniawi. Inilah yang menyebabkan perubahan
tiba-tiba dari kebijakan cinta damai sebelumnya di kalangan Kristen
Eropa pada periode awal sejarah mereka, kepada agresi militer.
Pengagas Perang Salib adalah Paus Urban II. Pada tahun 1095, ia
menyelenggarakan Konsili Clermont, di mana doktrin Kristen sebelumnya
yang cinta damai ditinggalkan. Perang suci diserukan, dengan tujuan
untuk merebut tanah suci dari tangan bangsa Muslim. Sebagai tindak
lanjut dari pertemuan konsili, dibentuklah pasukan Pejuang Salib yang
amat besar, terdiri dari para tentara, dan puluhan ribu rakyat biasa.
Para ahli sejarah percaya bahwa upaya Urban II didorong oleh
keinginannya untuk merintangi pencalonan seorang pesaingnya dalam
kepausan. Sedangkan di balik sambutan penuh semangat dari para raja,
pangeran, dan bangsawan Eropa atas seruan Paus, tujuan mereka pada
dasarnya bersifat keduniaan. Sebagaimana diungkapkan oleh Donald Queller
dari Universitas Illinois, “Ksatria-ksatria Prancis menginginkan lebih
banyak tanah. Pedagang-pedagang Italia berharap untuk mengembangkan
perdagangan di pelabuhan-pelabuhan Timur Tengah…. Sejumlah besar orang
miskin bergabung dengan ekspedisi sekadar untuk melarikan diri dari
kerasnya kehidupan sehari-hari mereka.” 1 Sepanjang jalan, massa yang
serakah ini membantai banyak orang Muslim, dan bahkan Yahudi, dengan
harapan untuk menemukan emas dan permata. Pejuang-pejuang salib bahkan
membelah perut korban-korban mereka untuk menemukan emas dan batu-batu
berharga yang mungkin telah mereka telan sebelum mati. Begitu besarnya
keserakahan para pejuang salib akan harta, sehingga tanpa sesal mereka
merampok kota Kristen Konstantinopel (Istanbul) pada Perang Salib IV,
dan melucuti daun-daun emas dari lukisan-lukisan dinding Kristiani di
Hagia Sophia.
Setelah perjalanan yang panjang dan sulit, serta begitu banyak
perampasan dan pembantaian orang-orang Muslim, gerombolan campur aduk
yang disebut Pejuang Salib ini mencapai Yerusalem di tahun 1099. Ketika
akhirnya kota itu jatuh, setelah pengepungan selama hampir lima minggu,
para Pejuang Salib masuk. Mereka melakukan kebuasan hingga tingkatan
yang jarang disaksikan dunia. Semua orang Muslim dan Yahudi di kota itu
mati di ujung pedang. Dalam narasi seorang ahli sejarah, “Mereka
membunuh semua orang Saraken dan Turki yang mereka temukan… baik lelaki
maupun wanita.”2 Salah seorang Pejuang Salib, Raymond of Aguiles,
menyombongkan kekejaman ini:
Tampaklah pemandangan yang menakjubkan. Sebagian orang-orang kami
(dan ini lebih murah hati) memenggal kepala-kepala musuh; yang lainnya
memanah mereka, sehingga berjatuhan dari menara-menara; yang lain lagi
menyiksa lebih lama dengan melemparkan mereka ke dalam api. Gundukan
kepala, tangan, dan kaki tampak di jalan-jalan kota. Orang harus mencari
jalan di antara mayat-mayat manusia dan kuda. Tetapi ini belum apa-apa
dibandingkan dengan apa yang terjadi di Kuil Sulaiman, tempat kebaktian
keagamaan biasanya dinyanyikan… di dalam Kuil dan serambi Sulaiman,
orang-orang berkuda berkubang darah hingga ke lutut dan tali kekang
mereka. 3
Selama dua hari, pasukan Pejuang Salib membunuh sekitar 40.000 Muslim
dengan cara yang sangat biadab. 4 Pejuang salib kemudian menjadikan
Yerusalem ibukota mereka, dan membangun Kerajaan Latin yang membentang
dari perbatasan Palestina hingga ke Antioch (Antakia).
Selanjutnya, para pejuang salib mulai berupaya untuk memperjuangkan
posisinya di Timur Tengah. Untuk mempertahankan apa yang telah mereka
bangun, mereka perlu mengorganisirnya. Untuk itu mereka membentuk
ordo-ordo militer, dalam bentuk yang belum pernah ada sebelumnya.
Anggota ordo-ordo ini datang dari Eropa ke Palestina, dan tinggal di
semacam biara, di mana mereka menerima latihan militer untuk memerangi
orang Muslim.
Secara khusus, salah satu dari ordo-ordo ini berbeda dengan yang
lainnya. Ia mengalami transformasi yang akan memengaruhi jalannya
sejarah. Namanya: Ordo Templar.
Ordo Templar
Para Templar, atau lengkapnya, Tentara Miskin Pengikut Yesus Kristus dan
Kuil Sulaiman, dibentuk pada tahun 1118, dua puluh tahun setelah
tentara salib merebut Yerusalem. Pendiri ordo ini adalah dua ksatria
Prancis, Hugh de Payens dan Godfrey de St. Omer. Berawal dari sembilan
anggota, ordo ini terus berkembang. Nama kuil Sulaiman dipakai karena
mereka membangun basis di gunung kuil, yakni lokasi reruntuhan kuil
tersebut. Di sini pula berdiri Dome of the Rock (Qubah As-Sakhrah) .
Para Templar menyebut dirinya “tentara miskin”, tetapi dalam waktu
singkat mereka menjadi sangat makmur. Mereka mengontrol penuh para
peziarah Kristen yang berdatangan dari Eropa ke Palestina, dan menjadi
sangat kaya dari uang para peziarah tersebut. Mereka pula yang pertama
kali menyelenggarakan sistem cek dan kredit, menyerupai yang ada pada
sebuah bank. Menurut penulis Inggris, Michael Baigent dan Richard Leigh,
mereka membangun semacam kapitalisme abad pertengahan, dan merintis
jalan menuju perbankan modern dengan transaksi mereka yang berbasis
bunga. 5
Para Templar inilah yang paling bertanggung jawab atas
serangan-serangan pejuang salib dan pembantaian bangsa Muslim. Karena
itulah, komandan besar Islam Saladin (Shalahuddin Al Ayyubi), yang
mengalahkan pasukan salib pada tahun 1187 pada Pertempuran Hattin, dan
kemudian membebaskan Yerusalem, menghukum mati para Templar karena
pembunuhan yang mereka lakukan, walaupun sebenarnya ia mengampuni banyak
sekali orang Kristen. Namun, sekalipun kehilangan Yerusalem dan
mengalami kekalahan besar, para Templar terus bertahan. Dan walaupun
bangsa Kristen terus menyusut di Palestina, mereka meningkatkan kekuatan
di Eropa dan, pertama di Prancis, kemudian di negara-negara lain,
menjadi negara dalam negara.
Tidak diragukan lagi bahwa kekuatan politik mereka menyusahkan
raja-raja Eropa. Tetapi ada segi lain dari para Templar yang segera
mengganggu kalangan kependetaan: ordo tersebut sedikit demi sedikit
telah menyeleweng dari iman Kristen, dan sewaktu di Yerusalem telah
mengambil sejumlah doktrin mistik yang asing. Berkembang juga
desas-desus bahwa mereka menyelenggarakan ritus-ritus aneh untuk memberi
bentuk pada doktrin mereka.
erang Salib, Ordo Templar, Embrio Freemasonry
“The Knight Templars (‘Ksatria
Haikal’)” yang terkenal di dunia Barat, yang menjadi pelopor dan inti
dari tentara Salib, dibangun oleh anggota-anggota Majelis Kuasa Rahasia
Qabala di Eropa yang umumnya terdiri dari orang orang Yahudi. Tujuan
mereka ialah untuk membangun kembali Haikal Sulaiman dan menghidupkan
kembali kcpercayaan Qabala di Palestina. Untuk tujuan itu mereka
memprovokasi Paus Urbanus untuk “membebaskan Tanah Suci Jerusalem” dari
tangan ‘kaum kafir muslim penyembah berhala.Beribu-ribu kaum Nasrani
yang tertipu berangkat ke Jerusalem untuk menjalankan “perang suci” itu,
yang lebih dikenal dalam sejarah dengan nama Perang Salib. Karena kaum
muslimin mempercayai Tuhan Yang Maha Esa, dan memuliakan juga Nabi Isa
a.s., maka mereka menganggap kaum muslimin sebagai penghalang utama
ajaran syirik mereka yang menyembah Lucifer.
Para prajurit Salib yang didukung oleh sejumlah raja-raja Eropa
berhasil merebut Jerusalem dari tangan kaum muslimin pada tahun 1099.
Tatkala Jerusalem jatuh terjadilah pembantaian dan perkosaan, bukan saja
terhadap kaum muslimin, tetapi juga terhadap ummat Kristen Timur.
Menurut catatan Encyclopaedia Britanica selama pembantaian itu, masjid
Umar digenangi oleh darah kaum muslimin setinggi mata-kaki. Pemimpin
pertama ‘Knight Templars’ bemama Codei Froi de Bouillar, yang menjadi
raja Kristen Qabalis yang pertama di Jerusalem pada tahun 1099. Dua
dasawarsa kemudian ‘ksatria haikal’ Qabalis menjadi kekuatan yang paling
ditakuti dan disegani di Eropa dengan harta kekayaan yang mereka rampok
dari Palestina. Selama abad ke-l2 dan ke-13, ‘ksatria haikal’
menyebarkan kepercayaan Qabala mereka ke seluruh Eropa melalui jalan
infiltrasi politik, sosial dan kelompok-kelompok gereja.
Barulah pada awal abad ke-13 bangsa-bangsa Eropa menyadari kejahatan
para ‘ksatria haikal’ Yahudi tersebut, dan akhirnya memutuskan untuk
menyapu bersih mereka. Pada 1307 Kaisar Perancis Phillipe IV dengan
dukungan Paus Clementus V, menangkap dan memenjarakan Jacques de Molay,
pemimpin tertinggi ‘ksatria haikal’ dan sebagian besar anggotanya. Paus
Clementus V mengeluarkan sebuah dekrit yang menyatakan ‘ksatria haikal’
sebagai kelompok Anti-Kristus. Atas dasar dekrit tersebut Molay dan para
pengikutnya dijatuhi hukuman dibakar di kayu sula pada 1307.
Beberapa tokoh ‘ksatria haikal’ yang berhasil lolos bersumpah untuk
menghancurkan gereja, para raja, dan rahib. Beberapa orang di antara
mereka berhasil menyelamatkan diri ke Skotlandia dan disana mendirikan
‘the Scottish Rites” (Freemasons sekte Skot), dan beberapa lagi ke
kerajaan-kerajaan Jerman, dan bergabung ke dalam organisasi ‘Illuminati’
Bavaria yang dipimpin oleh Adam Weishaupt, suatu cabang Qabala di
Eropa. Setelah ‘Illuminati’ dinyatakan terlarang di Bavaria, mereka
menyusup dan berhasil menguasai organisasi rahasia kaum Protestan
‘Freemasonry’ yang dipimpin Friederich yang Agung, raja Prussia1.
Perang Salib
Betapapun banyaknya yang bersikeras bahwa Perang Salib adalah ekspedisi
militer yang dilakukan atas nama iman Kristiani, pada dasarnya
keuntungan materilah yang menjadi tujuannya. Pada periode Eropa dilanda
kemiskinan dan kesengsaraan yang berat, kemakmuran dan kekayaan bangsa
Timur, terutama bangsa Muslim di Timur Tengah, menarik perhatian bangsa
Eropa. Walaupun menggunakan wajah agama, dan dihiasi dengan
simbol-simbol Kristiani, gagasan Perang Salib sebenarnya lahir dari
hasrat akan keuntungan duniawi. Inilah yang menyebabkan perubahan
tiba-tiba dari kebijakan cinta damai sebelumnya di kalangan Kristen
Eropa pada periode awal sejarah mereka, kepada agresi militer.
Pengagas Perang Salib adalah Paus Urban II. Pada tahun 1095, ia
menyelenggarakan Konsili Clermont, di mana doktrin Kristen sebelumnya
yang cinta damai ditinggalkan. Perang suci diserukan, dengan tujuan
untuk merebut tanah suci dari tangan bangsa Muslim. Sebagai tindak
lanjut dari pertemuan konsili, dibentuklah pasukan Pejuang Salib yang
amat besar, terdiri dari para tentara, dan puluhan ribu rakyat biasa.
Para ahli sejarah percaya bahwa upaya Urban II didorong oleh
keinginannya untuk merintangi pencalonan seorang pesaingnya dalam
kepausan. Sedangkan di balik sambutan penuh semangat dari para raja,
pangeran, dan bangsawan Eropa atas seruan Paus, tujuan mereka pada
dasarnya bersifat keduniaan. Sebagaimana diungkapkan oleh Donald Queller
dari Universitas Illinois, “Ksatria-ksatria Prancis menginginkan lebih
banyak tanah. Pedagang-pedagang Italia berharap untuk mengembangkan
perdagangan di pelabuhan-pelabuhan Timur Tengah…. Sejumlah besar orang
miskin bergabung dengan ekspedisi sekadar untuk melarikan diri dari
kerasnya kehidupan sehari-hari mereka.” 1 Sepanjang jalan, massa yang
serakah ini membantai banyak orang Muslim, dan bahkan Yahudi, dengan
harapan untuk menemukan emas dan permata. Pejuang-pejuang salib bahkan
membelah perut korban-korban mereka untuk menemukan emas dan batu-batu
berharga yang mungkin telah mereka telan sebelum mati. Begitu besarnya
keserakahan para pejuang salib akan harta, sehingga tanpa sesal mereka
merampok kota Kristen Konstantinopel (Istanbul) pada Perang Salib IV,
dan melucuti daun-daun emas dari lukisan-lukisan dinding Kristiani di
Hagia Sophia.
Setelah perjalanan yang panjang dan sulit, serta begitu banyak
perampasan dan pembantaian orang-orang Muslim, gerombolan campur aduk
yang disebut Pejuang Salib ini mencapai Yerusalem di tahun 1099. Ketika
akhirnya kota itu jatuh, setelah pengepungan selama hampir lima minggu,
para Pejuang Salib masuk. Mereka melakukan kebuasan hingga tingkatan
yang jarang disaksikan dunia. Semua orang Muslim dan Yahudi di kota itu
mati di ujung pedang. Dalam narasi seorang ahli sejarah, “Mereka
membunuh semua orang Saraken dan Turki yang mereka temukan… baik lelaki
maupun wanita.”2 Salah seorang Pejuang Salib, Raymond of Aguiles,
menyombongkan kekejaman ini:
Tampaklah pemandangan yang menakjubkan. Sebagian orang-orang kami
(dan ini lebih murah hati) memenggal kepala-kepala musuh; yang lainnya
memanah mereka, sehingga berjatuhan dari menara-menara; yang lain lagi
menyiksa lebih lama dengan melemparkan mereka ke dalam api. Gundukan
kepala, tangan, dan kaki tampak di jalan-jalan kota. Orang harus mencari
jalan di antara mayat-mayat manusia dan kuda. Tetapi ini belum apa-apa
dibandingkan dengan apa yang terjadi di Kuil Sulaiman, tempat kebaktian
keagamaan biasanya dinyanyikan… di dalam Kuil dan serambi Sulaiman,
orang-orang berkuda berkubang darah hingga ke lutut dan tali kekang
mereka. 3
Selama dua hari, pasukan Pejuang Salib membunuh sekitar 40.000 Muslim
dengan cara yang sangat biadab. 4 Pejuang salib kemudian menjadikan
Yerusalem ibukota mereka, dan membangun Kerajaan Latin yang membentang
dari perbatasan Palestina hingga ke Antioch (Antakia).
Selanjutnya, para pejuang salib mulai berupaya untuk memperjuangkan
posisinya di Timur Tengah. Untuk mempertahankan apa yang telah mereka
bangun, mereka perlu mengorganisirnya. Untuk itu mereka membentuk
ordo-ordo militer, dalam bentuk yang belum pernah ada sebelumnya.
Anggota ordo-ordo ini datang dari Eropa ke Palestina, dan tinggal di
semacam biara, di mana mereka menerima latihan militer untuk memerangi
orang Muslim.
Secara khusus, salah satu dari ordo-ordo ini berbeda dengan yang
lainnya. Ia mengalami transformasi yang akan memengaruhi jalannya
sejarah. Namanya: Ordo Templar.
Ordo Templar
Para Templar, atau lengkapnya, Tentara Miskin Pengikut Yesus Kristus dan
Kuil Sulaiman, dibentuk pada tahun 1118, dua puluh tahun setelah
tentara salib merebut Yerusalem. Pendiri ordo ini adalah dua ksatria
Prancis, Hugh de Payens dan Godfrey de St. Omer. Berawal dari sembilan
anggota, ordo ini terus berkembang. Nama kuil Sulaiman dipakai karena
mereka membangun basis di gunung kuil, yakni lokasi reruntuhan kuil
tersebut. Di sini pula berdiri Dome of the Rock (Qubah As-Sakhrah) .
Para Templar menyebut dirinya “tentara miskin”, tetapi dalam waktu
singkat mereka menjadi sangat makmur. Mereka mengontrol penuh para
peziarah Kristen yang berdatangan dari Eropa ke Palestina, dan menjadi
sangat kaya dari uang para peziarah tersebut. Mereka pula yang pertama
kali menyelenggarakan sistem cek dan kredit, menyerupai yang ada pada
sebuah bank. Menurut penulis Inggris, Michael Baigent dan Richard Leigh,
mereka membangun semacam kapitalisme abad pertengahan, dan merintis
jalan menuju perbankan modern dengan transaksi mereka yang berbasis
bunga. 5
Para Templar inilah yang paling bertanggung jawab atas
serangan-serangan pejuang salib dan pembantaian bangsa Muslim. Karena
itulah, komandan besar Islam Saladin (Shalahuddin Al Ayyubi), yang
mengalahkan pasukan salib pada tahun 1187 pada Pertempuran Hattin, dan
kemudian membebaskan Yerusalem, menghukum mati para Templar karena
pembunuhan yang mereka lakukan, walaupun sebenarnya ia mengampuni banyak
sekali orang Kristen. Namun, sekalipun kehilangan Yerusalem dan
mengalami kekalahan besar, para Templar terus bertahan. Dan walaupun
bangsa Kristen terus menyusut di Palestina, mereka meningkatkan kekuatan
di Eropa dan, pertama di Prancis, kemudian di negara-negara lain,
menjadi negara dalam negara.
Tidak diragukan lagi bahwa kekuatan politik mereka menyusahkan
raja-raja Eropa. Tetapi ada segi lain dari para Templar yang segera
mengganggu kalangan kependetaan: ordo tersebut sedikit demi sedikit
telah menyeleweng dari iman Kristen, dan sewaktu di Yerusalem telah
mengambil sejumlah doktrin mistik yang asing. Berkembang juga
desas-desus bahwa mereka menyelenggarakan ritus-ritus aneh untuk memberi
bentuk pada doktrin mereka.
Akhirnya, pada tahun 1307, Raja Prancis Philip le Bel memutuskan
untuk menangkap anggota-anggota ordo ini. Sebagiannya berhasil melarikan
diri tetapi kebanyakan mereka tertangkap. Paus Clement V juga bergabung
dalam pembersihan ini. Setelah periode panjang interogasi dan
pengadilan, banyak anggota Templar mengakui keyakinan ‘bidah’ mereka,
bahwa mereka menolak iman Kristiani dan menghina Yesus dalam misa
mereka. Akhirnya, para pemimpin Templar, yang dinamai “Imam Besar (Grand
Master)”, mulai dari yang terpenting dari mereka, Jacques de Molay,
dihukum mati pada tahun 1314 atas perintah Gereja dan Raja. Kebanyakan
mereka dijebloskan ke dalam penjara, dan ordo tersebut tumpas dan secara
resmi menghilang.
Segolongan ahli sejarah cenderung melukiskan sidang pengadilan para
Templar sebagai konspirasi dari Raja Prancis, dan menggambarkan para
ksatria itu tak bersalah atas segala dakwaan. Tetapi, cara interpretasi
ini keliru dalam beberapa segi. Nesta H. Webster, ahli sejarah Inggris
terkenal dengan begitu banyak mengetahui sejarah okultisme, menganalisis
berbagai aspek ini dalam bukunya, Secret Societies And Subversive
Movements. Menurut Webster, kecenderungan untuk melepaskan para Templar
dari bidah yang mereka akui dalam masa pengadilan tidak tepat. Pertama,
selama interogasi, walau secara umum terjadi, tidak semua Templar
disiksa:
Lagipula, apakah pengakuan mereka tampak seperti hasil imajinasi
murni orang-orang yang disiksa? Tentunya sukar dipercaya bahwa cerita
tentang upacara pembaiatan — yang disampaikan dengan rinci oleh
orang-orang di berbagai negara, dituturkan dalam kalimat yang berbeda,
namun semuanya saling menyerupai — merupakan karangan semata-mata. Jika
para korban dipaksa untuk mengarang-ngarang, cerita mereka tentu akan
saling bertentangan; segala macam ritus liar dan fantastis diteriakkan
dengan penuh kesakitan untuk memenuhi tuntutan interogator mereka.
Tetapi sebaliknya, masing-masing tampak seperti mendeskripsikan upacara
yang sama, baik lengkap maupun tidak, dengan sentuhan personal si
pembicara, dan pada dasarnya semua cerita tersebut cocok. 6
Bagaimanapun juga, sidang pengadilan para Templar berakhir dengan
tumpasnya ordo tersebut. Tetapi, walaupun sudah dibubarkan “secara
resmi”, ia tidak benar-benar musnah. Selama penangkapan tiba-tiba pada
tahun 1307, beberapa Templar lolos, dan berhasil menutupi jejak mereka.
Menurut tesis yang berdasarkan pada berbagai dokumen sejarah, sejumlah
besar mereka berlindung di satu-satunya kerajaan di Eropa yang tidak
mengakui kekuasaan Gereja Katolik di abad keempat belas, yaitu
Skotlandia. Di sana, mereka menyusun kekuatan kembali di bawah
perlindungan Raja Skotlandia, Robert the Bruce. Tak lama kemudian,
mereka menemukan penyamaran yang tepat untuk melanjutkan gerakan rahasia
mereka: mereka menyusup ke dalam gilda (serikat sekerja) terpenting di
Kepulauan Inggris abad pertengahan — loge (pemondokan) para tukang batu,
dan segera, mereka menguasai loge-loge ini sepenuhnya. 7
Loge para tukang batu berganti nama pada awal era modern, dengan
“Loge masonik”. Ritus Skot merupakan cabang Masonry tertua, dan berasal
mula di awal abad keempat belas, dari para Templar yang berlindung di
Skotlandia. Dan, nama-nama yang diberikan kepada tingkat tertinggi dalam
Ritus Skot adalah gelar-gelar yang diberikan kepada para ksatria dalam
ordo Templar berabad-abad sebelumnya.
Pendeknya, para Templar tidak tertumpas, sebaliknya filsafat serta
berbagai kepercayaan dan upacara mereka tetap berlangsung di balik
samaran Freemasonry. Tesis ini didukung oleh banyak bukti sejarah, dan
diterima saat ini oleh banyak ahli sejarah Barat, baik mereka anggota
Freemasonry ataupun tidak. Dalam buku kami, Ordo Masonik Baru, bukti ini
dikaji secara terperinci.
Tesis yang mengusut akar Masonry ke Ordo Templar seringkali dirujuk
di dalam majalah-majalah yang diterbitkan oleh para Mason untuk
kalangannya sendiri. Para Mason sangat menerima pendapat ini. Salah satu
majalah ini bernama Mimar Sinan (terbitan Freemason Turki), yang
menggambarkan hubungan antara Ordo Templar dengan Freemasonry dalam
kata-kata berikut ini:
Di tahun 1312, ketika Raja Prancis, di bawah tekanan Gereja,
membubarkan Ordo Templar dan memberikan hak-hak mereka kepada para
Ksatria St. John di Yerusalem, aktivitas para Templar tidak berhenti.
Sebagian besar Templar berlindung di berbagai loge Freemason yang
beroperasi di Eropa pada saat itu. Pemimpin para Templar, Mabeignac,
bersama beberapa anggota lainnya, mendapatkan perlindungan di Skotlandia
dengan menyamar sebagai seorang tukang batu bernama Mac Benach. Raja
Skot, Robert the Bruce, menyambut mereka dan mengizinkan mereka
mengembangkan pengaruh besar terhadap loge-loge Mason di Skotlandia.
Sebagai hasilnya, loge-loge Skot meraih peran penting dari sisi keahlian
dan ide-ide mereka.
Freemason masa kini menggunakan nama Mac Benach dengan penuh hormat.
Para Mason Skot, yang mewarisi pusaka para Templar, mengembalikannya ke
Prancis bertahun-tahun kemudian dan membangun dasar bagi ritus yang
dikenal sebagai Ritus Skot di sana. 8
Sekali lagi, Mimar Sinan memberikan banyak informasi tentang hubungan
antara Templar dan Freemasonry. Di dalam sebuah artikel berjudul
“Templar dan Freemason” dinyatakan bahwa “ritual-ritual upacara
pembaiatan Ordo Templar menyerupai Freemasonry masa kini.” 9 Menurut
artikel yang sama, sebagaimana di dalam Masonry, para anggota Ordo
Templar saling memanggil “saudara”. 10 Pada bagian akhir artikel
tersebut, tercantum:
Ordo Templar dan organisasi Mason saling memengaruhi dengan sangat
mencolok. Bahkan ritual-ritual dari berbagai lembaga begitu mirip
sehingga bagaikan disalin dari para Templar. Dalam hal ini, para Mason
telah mengidentifikasi diri mereka kepada para Templar begitu jauh dan
dapat dikatakan bahwa apa yang dipandang sebagai esoterisme
(kerahasiaan) asli Masonik sampai tingkatan yang penting merupakan
warisan dari para Templar. Ringkasnya, sebagaimana kami sebutkan pada
judul esei ini, kita dapat katakan bahwa titik berangkat dari seni megah
Freemansory dan garis esoteris—awalnya milik para Templar dan ujung
panahnya milik para Freemason.11
Akhirnya, kami katakan, jelas bahwa Freemasonry mengakar hingga ke
Ordo Templar, dan bahwa para Mason telah mengadopsi filsafat ordo ini.
Para Mason sendiri menerimanya. Tetapi sudah tentu, hal penting bagi
pembahasan kita adalah sifat dasar dari filsafat ini. Apa yang membawa
mereka ke situ? Mengapa mereka mengalami perubahan seperti itu di
Yerusalem? Apa dampak dari filsafat yang diadopsi para Templar ini,
melalui perantaraan Masonry, kepada dunia?
Para Templar dan Kabbalah
Sebuah buku yang ditulis oleh dua orang Mason, Christopher Knight dan
Robert Lomas, yang berjudul the Hiram Key mengungkapkan beberapa fakta
penting tentang akar Freemasonry. Menurut para penulis ini, jelas sekali
bahwa Masonry adalah kesinambungan dari para Templar. Namun, selain itu
para penulis juga mengkaji asal usul para Templar.
Menurut tesis mereka, para Templar mengalami perubahan besar ketika
mereka berada di Yerusalem. Di tempat asal agama Kristen ini, mereka
justru mengadopsi doktrin-doktrin lain. Pada akarnya terdapat sebuah
rahasia yang mereka temukan di dalam kuil Sulaiman di Yerusalem, yang
reruntuhannya mereka selidiki. Para penulis menjelaskan bahwa para
Templar berdalih dengan peranan mereka yang diakui sebagai pelindung
peziarah Kristen yang mengunjungi Palestina, tetapi tujuan mereka yang
sebenarnya sangat berbeda:
Tidak ada bukti bahwa para Templar pendiri ini pernah memberi
perlindungan kepada peziarah, tetapi sementara itu kita segera menemukan
bahwa terdapat bukti yang meyakinkan bahwa mereka memang melakukan
penggalian yang intensif di bawah reruntuhan Kuil Herod….12
Para penulis Kunci Hiram bukanlah satu-satunya yang menemukan bukti
tentang ini. Sejarawan Prancis, Gaetan Delaforge membuat pernyataan yang
sama:
Tugas sebenarnya dari sembilan ksatria itu adalah melakukan
penyelidikan di daerah tersebut untuk mendapatkan berbagai barang
peninggalan dan naskah yang berisi intisari dari tradisi-tradisi rahasia
Yahudi dan Mesir kuno.13
Pada akhir abad kesembilan belas, Charles Wilson dari Royal Engineers
mulai melakukan riset arkeologis di Yerusalem. Dia sampai kepada
pendapat bahwa para Templar telah mendatangi Yerusalem untuk mempelajari
reruntuhan kuil tersebut. Wilson menemukan jejak-jejak penggalian dan
ekskavasi di bawah pondasi kuil tersebut, dan menyimpulkan bahwa hal ini
dilakukan dengan peralatan milik para Templar. Barang-barang ini masih
ada di dalam koleksi Robert Brydon, yang memunyai arsip yang sangat luas
tentang informasi mengenai para Templar.14
Para penulis The Hiram Key berpendapat bahwa penggalian-penggalian
para Templar ini bukannya tanpa hasil; karena di Yerusalem ordo tersebut
menemukan berbagai peninggalan tertentu yang mengubah cara mereka
memandang dunia. Selain itu, banyak peneliti berpendapat serupa.
Mestilah ada sesuatu yang menuntun para Templar, walau pada faktanya
mereka sebelumnya adalah pengikut Kristen dan datang dari bagian dunia
Kristen, untuk mengadopsi suatu sistem keimanan dan filsafat yang
sepenuhnya berbeda dari agama Kristen, merayakan misa-misa bidah, dan
melakukan berbagai upacara sihir.
Menurut pandangan umum dari banyak peneliti, “sesuatu” itu adalah Kabbalah (Qabbala).
Arti kata Kaballah adalah “tradisi lisan”. Berbagai ensiklopedia dan
kamus mendefinisikannya sebagai suatu cabang mistik agama Yahudi dan
hanya dipahami sedikit orang. Menurut definisi ini, Kabbalah mempelajari
arti tersembunyi dari Taurat dan naskah agama Yahudi. Tetapi, ketika
kita mengkaji masalah ini lebih dekat, kita menemukan berbagai faktanya
adalah sesuatu yang sama sekali berbeda. Fakta-fakta ini membawa kita
kepada kesimpulan bahwa Kabbalah adalah suatu sistem yang berakar kepada
penyembahan dan pemujaan berhala; bahwa ia ada sebelum Taurat, dan
menjadi tersebar luas bersama agama Yahudi setelah Taurat diturunkan.
Fakta yang menarik tentang Kabbalah ini dijelaskan oleh sumber yang
sama menariknya. Murat Ozgen, seorang Freemason Turki, menulis sebagai
berikut ini di dalam bukunya, Masonluk Nedir ver Nasildir? (Apa dan
Seperti Apa Freemasonry Itu?):
Kita tidak mengetahui dengan jelas dari mana Kabbalah datang atau
bagaimana ia berkembang. Ia adalah nama umum untuk sebuah filsafat yang
unik, berbentuk metafisik, esoterik, dan mistik, yang terutama
berhubungan dengan agama Yahudi. Ia diterima sebagai ilmu kebatinan
Yahudi, tetapi sebagian elemen yang dikandungnya menunjukkan bahwa ia
terbentuk jauh lebih dahulu dari Taurat.15
Ahli sejarah Prancis, Gougenot des Mousseaux, menjelaskan bahwa Kabbalah memang jauh lebih tua daripada agama Yahudi.16
Ahli sejarah Yahudi, Theodore Reinach, mengatakan bahwa Kabbalah
merupakan “suatu racun teramat halus yang menyusupi dan memenuhi nadi
agama Yahudi.” 17 Solomon Reinach mendefinisikan Kabbalah sebagai “salah
satu penyimpangan pikiran manusia yang terburuk”.18
Alasan Reinach menyatakan Kabbalah sebagai “salah satu penyimpangan
pikiran manusia yang terburuk” adalah karena doktrinnya sebagian besar
berhubungan dengan ilmu sihir. Selama ribuan tahun, Kabbalah telah
menjadi salah satu batu pondasi bagi setiap jenis upacara sihir. Para
rabbi yang mempelajari Kabbalah dipercaya memiliki kekuatan gaib yang
besar. Juga, banyak non-Yahudi yang telah terpengaruh dengan Kabbalah,
dan mencoba memraktikkan ilmu sihir dengan menggunakan
doktrin-doktrinnya. Kecenderungan esoterik yang terjadi di Eropa selama
akhir Abad Pertengahan, khususnya sebagaimana yang dipraktikkan oleh
para ahli alkimia, sangat banyak yang berakar dari Kabbalah.
Hal ini sungguh aneh, jika kita memandang Yahudi sebagai sebuah agama
Monoteistik, yang diawali dengan turunnya Taurat kepada Musa a.s.
Kenyataannya, di dalam agama ini ada sebentuk sistem yang disebut
Kabbalah, yang mengadopsi praktik-praktik dasar sihir yang dilarang oleh
agama. Hal ini memperkuat apa yang telah disebutkan sebelumnya, dan
menunjukkan bahwa Kabbalah sebenarnya merupakan elemen yang menyusup ke
dalam agama Yahudi dari luar.
Tetapi, apa sumber dari elemen ini? Ahli sejarah Yahudi Fabre
d’Olivet menyebutkan bahwa Kabbalah berasal dari Mesir Kuno. Menurut
penulis ini, Kabbalah mengakar hingga ke Mesir Kuno. Kabbalah merupakan
suatu tradisi yang dipelajari oleh sebagian pemimpin Bani Israil di
Mesir Kuno, dan diteruskan sebagai tradisi dari mulut ke mulut, dari
generasi ke generasi.
Akhirnya, pada tahun 1307, Raja Prancis Philip le Bel memutuskan
untuk menangkap anggota-anggota ordo ini. Sebagiannya berhasil melarikan
diri tetapi kebanyakan mereka tertangkap. Paus Clement V juga bergabung
dalam pembersihan ini. Setelah periode panjang interogasi dan
pengadilan, banyak anggota Templar mengakui keyakinan ‘bidah’ mereka,
bahwa mereka menolak iman Kristiani dan menghina Yesus dalam misa
mereka. Akhirnya, para pemimpin Templar, yang dinamai “Imam Besar (Grand
Master)”, mulai dari yang terpenting dari mereka, Jacques de Molay,
dihukum mati pada tahun 1314 atas perintah Gereja dan Raja. Kebanyakan
mereka dijebloskan ke dalam penjara, dan ordo tersebut tumpas dan secara
resmi menghilang.
Segolongan ahli sejarah cenderung melukiskan sidang pengadilan para
Templar sebagai konspirasi dari Raja Prancis, dan menggambarkan para
ksatria itu tak bersalah atas segala dakwaan. Tetapi, cara interpretasi
ini keliru dalam beberapa segi. Nesta H. Webster, ahli sejarah Inggris
terkenal dengan begitu banyak mengetahui sejarah okultisme, menganalisis
berbagai aspek ini dalam bukunya, Secret Societies And Subversive
Movements. Menurut Webster, kecenderungan untuk melepaskan para Templar
dari bidah yang mereka akui dalam masa pengadilan tidak tepat. Pertama,
selama interogasi, walau secara umum terjadi, tidak semua Templar
disiksa:
Lagipula, apakah pengakuan mereka tampak seperti hasil imajinasi
murni orang-orang yang disiksa? Tentunya sukar dipercaya bahwa cerita
tentang upacara pembaiatan — yang disampaikan dengan rinci oleh
orang-orang di berbagai negara, dituturkan dalam kalimat yang berbeda,
namun semuanya saling menyerupai — merupakan karangan semata-mata. Jika
para korban dipaksa untuk mengarang-ngarang, cerita mereka tentu akan
saling bertentangan; segala macam ritus liar dan fantastis diteriakkan
dengan penuh kesakitan untuk memenuhi tuntutan interogator mereka.
Tetapi sebaliknya, masing-masing tampak seperti mendeskripsikan upacara
yang sama, baik lengkap maupun tidak, dengan sentuhan personal si
pembicara, dan pada dasarnya semua cerita tersebut cocok.
Bagaimanapun juga, sidang pengadilan para Templar berakhir dengan
tumpasnya ordo tersebut. Tetapi, walaupun sudah dibubarkan “secara
resmi”, ia tidak benar-benar musnah. Selama penangkapan tiba-tiba pada
tahun 1307, beberapa Templar lolos, dan berhasil menutupi jejak mereka.
Menurut tesis yang berdasarkan pada berbagai dokumen sejarah, sejumlah
besar mereka berlindung di satu-satunya kerajaan di Eropa yang tidak
mengakui kekuasaan Gereja Katolik di abad keempat belas, yaitu
Skotlandia. Di sana, mereka menyusun kekuatan kembali di bawah
perlindungan Raja Skotlandia, Robert the Bruce. Tak lama kemudian,
mereka menemukan penyamaran yang tepat untuk melanjutkan gerakan rahasia
mereka: mereka menyusup ke dalam gilda (serikat sekerja) terpenting di
Kepulauan Inggris abad pertengahan — loge (pemondokan) para tukang batu,
dan segera, mereka menguasai loge-loge ini sepenuhnya. 7
Loge para tukang batu berganti nama pada awal era modern, dengan
“Loge masonik”. Ritus Skot merupakan cabang Masonry tertua, dan berasal
mula di awal abad keempat belas, dari para Templar yang berlindung di
Skotlandia. Dan, nama-nama yang diberikan kepada tingkat tertinggi dalam
Ritus Skot adalah gelar-gelar yang diberikan kepada para ksatria dalam
ordo Templar berabad-abad sebelumnya.
Pendeknya, para Templar tidak tertumpas, sebaliknya filsafat serta
berbagai kepercayaan dan upacara mereka tetap berlangsung di balik
samaran Freemasonry. Tesis ini didukung oleh banyak bukti sejarah, dan
diterima saat ini oleh banyak ahli sejarah Barat, baik mereka anggota
Freemasonry ataupun tidak. Dalam buku kami, Ordo Masonik Baru, bukti ini
dikaji secara terperinci.
Tesis yang mengusut akar Masonry ke Ordo Templar seringkali dirujuk
di dalam majalah-majalah yang diterbitkan oleh para Mason untuk
kalangannya sendiri. Para Mason sangat menerima pendapat ini. Salah satu
majalah ini bernama Mimar Sinan (terbitan Freemason Turki), yang
menggambarkan hubungan antara Ordo Templar dengan Freemasonry dalam
kata-kata berikut ini:
Di tahun 1312, ketika Raja Prancis, di bawah tekanan Gereja,
membubarkan Ordo Templar dan memberikan hak-hak mereka kepada para
Ksatria St. John di Yerusalem, aktivitas para Templar tidak berhenti.
Sebagian besar Templar berlindung di berbagai loge Freemason yang
beroperasi di Eropa pada saat itu. Pemimpin para Templar, Mabeignac,
bersama beberapa anggota lainnya, mendapatkan perlindungan di Skotlandia
dengan menyamar sebagai seorang tukang batu bernama Mac Benach. Raja
Skot, Robert the Bruce, menyambut mereka dan mengizinkan mereka
mengembangkan pengaruh besar terhadap loge-loge Mason di Skotlandia.
Sebagai hasilnya, loge-loge Skot meraih peran penting dari sisi keahlian
dan ide-ide mereka.
Freemason masa kini menggunakan nama Mac Benach dengan penuh hormat.
Para Mason Skot, yang mewarisi pusaka para Templar, mengembalikannya ke
Prancis bertahun-tahun kemudian dan membangun dasar bagi ritus yang
dikenal sebagai Ritus Skot di sana. 8
Sekali lagi, Mimar Sinan memberikan banyak informasi tentang hubungan
antara Templar dan Freemasonry. Di dalam sebuah artikel berjudul
“Templar dan Freemason” dinyatakan bahwa “ritual-ritual upacara
pembaiatan Ordo Templar menyerupai Freemasonry masa kini.” 9 Menurut
artikel yang sama, sebagaimana di dalam Masonry, para anggota Ordo
Templar saling memanggil “saudara”. 10 Pada bagian akhir artikel
tersebut, tercantum:
Ordo Templar dan organisasi Mason saling memengaruhi dengan sangat
mencolok. Bahkan ritual-ritual dari berbagai lembaga begitu mirip
sehingga bagaikan disalin dari para Templar. Dalam hal ini, para Mason
telah mengidentifikasi diri mereka kepada para Templar begitu jauh dan
dapat dikatakan bahwa apa yang dipandang sebagai esoterisme
(kerahasiaan) asli Masonik sampai tingkatan yang penting merupakan
warisan dari para Templar. Ringkasnya, sebagaimana kami sebutkan pada
judul esei ini, kita dapat katakan bahwa titik berangkat dari seni megah
Freemansory dan garis esoteris—awalnya milik para Templar dan ujung
panahnya milik para
Freemason.11
Akhirnya, kami katakan, jelas bahwa Freemasonry mengakar hingga ke
Ordo Templar, dan bahwa para Mason telah mengadopsi filsafat ordo ini.
Para Mason sendiri menerimanya. Tetapi sudah tentu, hal penting bagi
pembahasan kita adalah sifat dasar dari filsafat ini. Apa yang membawa
mereka ke situ? Mengapa mereka mengalami perubahan seperti itu di
Yerusalem? Apa dampak dari filsafat yang diadopsi para Templar ini,
melalui perantaraan Masonry, kepada dunia?
Para Templar dan Kabbalah
Sebuah buku yang ditulis oleh dua orang Mason, Christopher Knight dan
Robert Lomas, yang berjudul the Hiram Key mengungkapkan beberapa fakta
penting tentang akar Freemasonry. Menurut para penulis ini, jelas sekali
bahwa Masonry adalah kesinambungan dari para Templar. Namun, selain itu
para penulis juga mengkaji asal usul para Templar.
Menurut tesis mereka, para Templar mengalami perubahan besar ketika
mereka berada di Yerusalem. Di tempat asal agama Kristen ini, mereka
justru mengadopsi doktrin-doktrin lain. Pada akarnya terdapat sebuah
rahasia yang mereka temukan di dalam kuil Sulaiman di Yerusalem, yang
reruntuhannya mereka selidiki. Para penulis menjelaskan bahwa para
Templar berdalih dengan peranan mereka yang diakui sebagai pelindung
peziarah Kristen yang mengunjungi Palestina, tetapi tujuan mereka yang
sebenarnya sangat berbeda:
Tidak ada bukti bahwa para Templar pendiri ini pernah memberi
perlindungan kepada peziarah, tetapi sementara itu kita segera menemukan
bahwa terdapat bukti yang meyakinkan bahwa mereka memang melakukan
penggalian yang intensif di bawah reruntuhan Kuil Herod….12
Para penulis Kunci Hiram bukanlah satu-satunya yang menemukan bukti
tentang ini. Sejarawan Prancis, Gaetan Delaforge membuat pernyataan yang
sama:
Tugas sebenarnya dari sembilan ksatria itu adalah melakukan
penyelidikan di daerah tersebut untuk mendapatkan berbagai barang
peninggalan dan naskah yang berisi intisari dari tradisi-tradisi rahasia
Yahudi dan Mesir
kuno.13
Pada akhir abad kesembilan belas, Charles Wilson dari Royal Engineers
mulai melakukan riset arkeologis di Yerusalem. Dia sampai kepada
pendapat bahwa para Templar telah mendatangi Yerusalem untuk mempelajari
reruntuhan kuil tersebut. Wilson menemukan jejak-jejak penggalian dan
ekskavasi di bawah pondasi kuil tersebut, dan menyimpulkan bahwa hal ini
dilakukan dengan peralatan milik para Templar. Barang-barang ini masih
ada di dalam koleksi Robert Brydon, yang memunyai arsip yang sangat luas
tentang informasi mengenai para
Templar.14
Para penulis The Hiram Key berpendapat bahwa penggalian-penggalian
para Templar ini bukannya tanpa hasil; karena di Yerusalem ordo tersebut
menemukan berbagai peninggalan tertentu yang mengubah cara mereka
memandang dunia. Selain itu, banyak peneliti berpendapat serupa.
Mestilah ada sesuatu yang menuntun para Templar, walau pada faktanya
mereka sebelumnya adalah pengikut Kristen dan datang dari bagian dunia
Kristen, untuk mengadopsi suatu sistem keimanan dan filsafat yang
sepenuhnya berbeda dari agama Kristen, merayakan misa-misa bidah, dan
melakukan berbagai upacara sihir.
Menurut pandangan umum dari banyak peneliti, “sesuatu” itu adalah Kabbalah (Qabbala).
Arti kata Kaballah adalah “tradisi lisan”. Berbagai ensiklopedia dan
kamus mendefinisikannya sebagai suatu cabang mistik agama Yahudi dan
hanya dipahami sedikit orang. Menurut definisi ini, Kabbalah mempelajari
arti tersembunyi dari Taurat dan naskah agama Yahudi. Tetapi, ketika
kita mengkaji masalah ini lebih dekat, kita menemukan berbagai faktanya
adalah sesuatu yang sama sekali berbeda. Fakta-fakta ini membawa kita
kepada kesimpulan bahwa Kabbalah adalah suatu sistem yang berakar kepada
penyembahan dan pemujaan berhala; bahwa ia ada sebelum Taurat, dan
menjadi tersebar luas bersama agama Yahudi setelah Taurat diturunkan.
Fakta yang menarik tentang Kabbalah ini dijelaskan oleh sumber yang
sama menariknya. Murat Ozgen, seorang Freemason Turki, menulis sebagai
berikut ini di dalam bukunya, Masonluk Nedir ver Nasildir? (Apa dan
Seperti Apa Freemasonry Itu?):
Kita tidak mengetahui dengan jelas dari mana Kabbalah datang atau
bagaimana ia berkembang. Ia adalah nama umum untuk sebuah filsafat yang
unik, berbentuk metafisik, esoterik, dan mistik, yang terutama
berhubungan dengan agama Yahudi. Ia diterima sebagai ilmu kebatinan
Yahudi, tetapi sebagian elemen yang dikandungnya menunjukkan bahwa ia
terbentuk jauh lebih dahulu dari
Taurat.15
Ahli sejarah Prancis, Gougenot des Mousseaux, menjelaskan bahwa Kabbalah memang jauh lebih tua daripada agama
Yahudi.16
Ahli sejarah Yahudi, Theodore Reinach, mengatakan bahwa Kabbalah
merupakan “suatu racun teramat halus yang menyusupi dan memenuhi nadi
agama Yahudi.” 17 Solomon Reinach mendefinisikan Kabbalah sebagai “salah
satu penyimpangan pikiran manusia yang terburuk”.18
Alasan Reinach menyatakan Kabbalah sebagai “salah satu penyimpangan
pikiran manusia yang terburuk” adalah karena doktrinnya sebagian besar
berhubungan dengan ilmu sihir. Selama ribuan tahun, Kabbalah telah
menjadi salah satu batu pondasi bagi setiap jenis upacara sihir. Para
rabbi yang mempelajari Kabbalah dipercaya memiliki kekuatan gaib yang
besar. Juga, banyak non-Yahudi yang telah terpengaruh dengan Kabbalah,
dan mencoba memraktikkan ilmu sihir dengan menggunakan
doktrin-doktrinnya. Kecenderungan esoterik yang terjadi di Eropa selama
akhir Abad Pertengahan, khususnya sebagaimana yang dipraktikkan oleh
para ahli alkimia, sangat banyak yang berakar dari Kabbalah.
Hal ini sungguh aneh, jika kita memandang Yahudi sebagai sebuah agama
Monoteistik, yang diawali dengan turunnya Taurat kepada Musa a.s.
Kenyataannya, di dalam agama ini ada sebentuk sistem yang disebut
Kabbalah, yang mengadopsi praktik-praktik dasar sihir yang dilarang oleh
agama. Hal ini memperkuat apa yang telah disebutkan sebelumnya, dan
menunjukkan bahwa Kabbalah sebenarnya merupakan elemen yang menyusup ke
dalam agama Yahudi dari luar.
Tetapi, apa sumber dari elemen ini? Ahli sejarah Yahudi Fabre
d’Olivet menyebutkan bahwa Kabbalah berasal dari Mesir Kuno. Menurut
penulis ini, Kabbalah mengakar hingga ke Mesir Kuno. Kabbalah merupakan
suatu tradisi yang dipelajari oleh sebagian pemimpin Bani Israil di
Mesir Kuno, dan diteruskan sebagai tradisi dari mulut ke mulut, dari
generasi ke generasi.